Penjelasan:Pada 3 Mei 2024 lalu beredar unggahan di media sosial Facebook yang berisi klaim bahwa peningkatan kasus demam berdarah di Indonesia karena efek dari vaksin Covid-19 dan diterapkannya metode Wolbachia.
Faktanya, klaim tersebut adalah tidak benar. Dilansir dari Tempo.com, Guru Besar Bidang Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Erni Juwita Nelwan, mengatakan faktor lingkungan berperan penting dalam lonjakan kasus DBD karena nyamuk Aedes aegypti biasanya bertelur saat musim panas. Telur-telur tersebut dapat bertahan hingga delapan bulan dan akan menetas saat tergenang air. Maka, musim panas berkepanjangan karena El Niño membuat stok telur Aedes aegypti meningkat dan saat hujan jumlah nyamuk yang lahir jauh lebih banyak dari biasanya.
Dilansir dari laman Universitas Gadjah Mada (UGM), penerapan metode Wolbachia untuk memberantas DBD telah dilakukan di sejumlah lokasi permukiman warga di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sejak tahun 2011. Hasil dari proyek tersebut mengatakan bahwa penerapan metode Wolbachia memiliki tingkat risiko yang rendah terhadap manusia. Bakteri Wolbachia juga tidak menular ke manusia, maupun menyebabkan sakit. Wolbachia justru bisa mengurangi transmisi infeksi virus dengue ke tubuh manusia. Nyamuk ber wolbachia efektif bisa menurunkan sampai 77% infeksi dengue dan mencegah hospitalisasi hingga 83%.
Dari temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa klaim mengenai kasus DBD di Indonesia meningkat karena efek vaksin dan penggunaan metode Wolbachia adalah salah. Faktanya Wolbachia mampu mengurangi infeksi virus dengue ketubuh manusia. Nyamuk ber wolbachia mampu menurunkan infeksi dengue sampai dengan 77% dan mencegah hospitalisasi hingga 83%.